Sebagian orang Soga adalah perantau
musiman. Sebuah tradisi yang sudah berlangsung sejak memudarnya kejayaan
tembakau. Saat itu, menyusul komoditas baru, kapas transgenik (1981 – 1984) .
Namun tak berlangsung lama. Kesulitan ekonomi terasa bagi sebagian warga dan
migrasi adalah sebuah pilihan. Kegagalan kapas membuat petani Soga melirik
komoditas baru, kakao. Orang pertama yang memperkenalkan kakao di desa ini
adalah seorang pedagang bambu, Haji Hibbu pada 1984. Bibit ia peroleh dari
Luwu, Cilellang dan menanamnya bersama karibnya, Haji Laedi. Lima tahun
kemudian, panen perdananya mengundang warga desa lain beramai-ramai menanam
kakao.
Sudah sepuluh tahun terakhir produksi
kakao terus merosot. Pohon berusia tua dan hama yang menyerang membuat warga
kesulitan menutupi ongkos produksi. Jumlah panen berkurang seiring kualitas
kakao yang menurun. Migrasi lalu menjadi pilihan bagi orang Soga—khususnya
pemuda—keluar dari krisis. Akibatnya, migrasi yang tiada henti membuat desa
Soga terasa sepi.
Arus migrasi ini sekurang-kurangnya telah
membawa setengah penduduk Soga meninggalkan kampung halaman. Malaysia adalah
satu Negara favorit orang Soga. Umumnya mereka petani tak berlahan. Mereka
adalah penggarap belaka. Mereka yang memilih tak mengungsi mengais rezeki
sebagai buruh tani. Sawah tak ada di Soga. Akibatnya, untuk memperoleh beras
mereka pergi ma’dros lalu memperoleh
upah beras. Mereka yang kembali dari perantauan membawa cerita keberhasilan dan
menggoda pemuda-pemudi untuk turut meninggalkan desa.
Belakangan ini, pola baru migrasi muncul.
Diantara mereka yang pergi, beberapa perantau mengandalkan pendidikan formal,
bukan lagi sekedar keterampilan dan kegigihan bertani. Mereka siap masuk ke
jalur formal baik pemerintahan maupun perusahaan swasta.
Ini sebuah ancaman bagi desa. Kepala desa
berupaya mencari jalan keluar. Baginya, migrasi punya sisi negative dan
positif. Namun, dalam hati kecilnya, sesuangguhnya ia mengharapkan orang-orang
Soga diperantauan dapat kembali. Setidaknya sekali – dua kali dalam setahun. Ia
berpikir, jika saja bisa menghubungi semua perantau dan menyampaikan niat ini,
maka hendaknya ada pertemuan tahunan di desa Soga dan kita semua berurun rembuk
memikirkan desa ini dan berkontribusi secara sosial.
Jumlah perantau sudah mencapai setengah
penduduk desa, mereka tidak sekedar pergi secara individual namun juga
memborong anggota keluarganya. Satu hal yang masih membuat Pak Budirman Azis
gembira karena perantau ini tak menjual tanah/lahannya ke pihak luar. Lahan
mereka biasaya dialihkelolakan kepada pihak keluarga yang tinggal. Rumah,
sebagian besar dibiarkan kosong atau sekedar ditinggali oleh nenek dan cucunya yang
masih sekolah[].
Catatan perantauan dari masa ke masa
Negara tujuan
|
Malaysia, Bau-Bau, Kalimantan, Kolaka, Makassar
|
|||
Tahun
|
1970an
|
1980an
|
1990an
|
2000-2010an
|
Kondisi desa/keluarga
|
Akses Jalan desa belum
memadai, listrik belum ada dan kondisi ekonomi petani penggarap menurun.
Tanaman tembakau dan industry ico menurun.
|
Usai tembakau masuk
masa kapas. Namun tak bertahan lama. Ekonomi menjadi sulit.
|
Masa keemasan kakao.
Arus pengungsi tak sederas sebelumnya.
|
Tanaman kakao menua,
menurun kualitas dan harganya lebih murah. Warga terdidik tak punya peluang
kerja di desa.
|
Alasan merantau
|
Tidak punya lahan
sendiri dan berharap dapat mengangkat perekonomian keluarga
|
Selain keluarga petani,
mulai ada orang Soga yang berpendidikan mencari penghidupan di kota dan
menjadi pegawai (non pertanian)
|
||
Informasi daerah tujuan
didapatkan dari mana
|
Informasi dari penyalur
tenaga kerja; Informasi dari pedagang ico
di Bau-Bau, Informasi dari perantau daerah tujuan; Cerita orang mengenai
pengelolaan lahan baru; lapangan kerja di perkotaan terbuka (PNS atau pegawai
swasta)
|
|||
Pekerjaan daerah tujuan
|
Bertani ; Buruh kelapa
sawit; Supir; tenaga mekanik; Penyalur ico, buruh tani kakao; Bertani kakao.
|
|||
Bentuk pengiriman uang
dari kota tujuan ke desa Soga.
|
Mengirim 2 kali dalam
setahun; menetap, mengirim sesekali bila ada kebutuhan mendesak; membawa uang
pada saat pulang; menetap di daerah tujuan tapi sesekali pulang kampung untuk
silaturahmi dan melihat kebun yang dipekerjakan pada keluarga dekat.
|
|||
Kondisi ekonomi sepulang
merantau
|
Membeli lahan dan
kendaraan, membiayai pendidikan anak, mendirikan rumah; [beberapa kasus]
mengalami kegagalan dan kembali bertani di Soga.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar