Minggu, 29 April 2012

ORANG SOGA DAN RAYUAN RANTAU


Sebagian orang Soga adalah perantau musiman. Sebuah tradisi yang sudah berlangsung sejak memudarnya kejayaan tembakau. Saat itu, menyusul komoditas baru, kapas transgenik (1981 – 1984) . Namun tak berlangsung lama. Kesulitan ekonomi terasa bagi sebagian warga dan migrasi adalah sebuah pilihan. Kegagalan kapas membuat petani Soga melirik komoditas baru, kakao. Orang pertama yang memperkenalkan kakao di desa ini adalah seorang pedagang bambu, Haji Hibbu pada 1984. Bibit ia peroleh dari Luwu, Cilellang dan menanamnya bersama karibnya, Haji Laedi. Lima tahun kemudian, panen perdananya mengundang warga desa lain beramai-ramai menanam kakao.
Sudah sepuluh tahun terakhir produksi kakao terus merosot. Pohon berusia tua dan hama yang menyerang membuat warga kesulitan menutupi ongkos produksi. Jumlah panen berkurang seiring kualitas kakao yang menurun. Migrasi lalu menjadi pilihan bagi orang Soga—khususnya pemuda—keluar dari krisis. Akibatnya, migrasi yang tiada henti membuat desa Soga terasa sepi.
Arus migrasi ini sekurang-kurangnya telah membawa setengah penduduk Soga meninggalkan kampung halaman. Malaysia adalah satu Negara favorit orang Soga. Umumnya mereka petani tak berlahan. Mereka adalah penggarap belaka. Mereka yang memilih tak mengungsi mengais rezeki sebagai buruh tani. Sawah tak ada di Soga. Akibatnya, untuk memperoleh beras mereka pergi ma’dros lalu memperoleh upah beras. Mereka yang kembali dari perantauan membawa cerita keberhasilan dan menggoda pemuda-pemudi untuk turut meninggalkan desa.
Belakangan ini, pola baru migrasi muncul. Diantara mereka yang pergi, beberapa perantau mengandalkan pendidikan formal, bukan lagi sekedar keterampilan dan kegigihan bertani. Mereka siap masuk ke jalur formal baik pemerintahan maupun perusahaan swasta.
Ini sebuah ancaman bagi desa. Kepala desa berupaya mencari jalan keluar. Baginya, migrasi punya sisi negative dan positif. Namun, dalam hati kecilnya, sesuangguhnya ia mengharapkan orang-orang Soga diperantauan dapat kembali. Setidaknya sekali – dua kali dalam setahun. Ia berpikir, jika saja bisa menghubungi semua perantau dan menyampaikan niat ini, maka hendaknya ada pertemuan tahunan di desa Soga dan kita semua berurun rembuk memikirkan desa ini dan berkontribusi secara sosial.
Jumlah perantau sudah mencapai setengah penduduk desa, mereka tidak sekedar pergi secara individual namun juga memborong anggota keluarganya. Satu hal yang masih membuat Pak Budirman Azis gembira karena perantau ini tak menjual tanah/lahannya ke pihak luar. Lahan mereka biasaya dialihkelolakan kepada pihak keluarga yang tinggal. Rumah, sebagian besar dibiarkan kosong atau sekedar ditinggali oleh nenek dan cucunya yang masih sekolah[].

Catatan perantauan dari masa ke masa

 Negara tujuan
Malaysia, Bau-Bau, Kalimantan, Kolaka, Makassar
Tahun
1970an
1980an
1990an
2000-2010an
Kondisi desa/keluarga
Akses Jalan desa belum memadai, listrik belum ada dan kondisi ekonomi petani penggarap menurun. Tanaman tembakau dan industry ico menurun.
Usai tembakau masuk masa kapas. Namun tak bertahan lama. Ekonomi menjadi sulit.
Masa keemasan kakao. Arus pengungsi tak sederas sebelumnya.
Tanaman kakao menua, menurun kualitas dan harganya lebih murah. Warga terdidik tak punya peluang kerja di desa.
Alasan merantau
Tidak punya lahan sendiri dan berharap dapat mengangkat perekonomian keluarga
Selain keluarga petani, mulai ada orang Soga yang berpendidikan mencari penghidupan di kota dan menjadi pegawai (non pertanian)
Informasi daerah tujuan didapatkan dari mana
Informasi dari penyalur tenaga kerja; Informasi dari pedagang ico di Bau-Bau, Informasi dari perantau daerah tujuan; Cerita orang mengenai pengelolaan lahan baru; lapangan kerja di perkotaan terbuka (PNS atau pegawai swasta)
Pekerjaan daerah tujuan
Bertani ; Buruh kelapa sawit; Supir; tenaga mekanik; Penyalur ico, buruh tani kakao; Bertani kakao.
Bentuk pengiriman uang dari kota tujuan ke desa Soga.
Mengirim 2 kali dalam setahun; menetap, mengirim sesekali bila ada kebutuhan mendesak; membawa uang pada saat pulang; menetap di daerah tujuan tapi sesekali pulang kampung untuk silaturahmi dan melihat kebun yang dipekerjakan pada keluarga dekat.
Kondisi ekonomi sepulang merantau
Membeli lahan dan kendaraan, membiayai pendidikan anak, mendirikan rumah; [beberapa kasus] mengalami kegagalan dan kembali bertani di Soga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar